Putusan PN Palembang yang diketui Hakim Parlan Nababan sampai saat ini masih memunculkan tanda tanya besar dan menuai Kontroversi, putusan ini semakin menegaskan Ketidakberpihakan OKNUM HUKUM terhadap penderitaan masyarakat Sumatera Selatan. Bencana kabut asap terparah tahun 2015 lalu seolah dianggap angin lalu dan tidak membawa dampak apa-apa terhadap kehidupan masyarakat di Sumatera Selatan.
Bencana Kabut Asap yang banyak menimbulkan kerugian bahkan sampai memakan korban Jiwa belum lagi kerugian Materil dan Inmateril yang ditimbulkan seolah dianggap angin lalu oleh Pihak Majelis HAKIM PN Palembang yg diketuai Hakim Parlan Nababan.
Henri Subagiyo, direktur Eksekutif Indonesian Center for Enviromental LAW (ICEL) menilai majelis hakim kurang paham penegakan hukum lingkungan .
Itu dilihat dari pertimbangan putusan itu “ini amat mengecewakan majelis hakim seolah tutup mata dengan kerusakan yang di akibatkan PT BMH”.
Padahal kerugian dan kerusakan didepan mata serta penggugat memakai rambu-rambu ilmiah. Berbagai dasar pengukuran kerusakan dan nilai nominal kerusakan mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup.
Menurut Raynaldo Sembiring, Peneliti ICEL putusan itu menunjukkan majelis hakim abai dan tak sensitif terhadap dampak perbuatan PT BMH. ” ini menunjukkan pentingknya perkara lingkungan ditangani hakim bersertifikat lingkungan”.
Manajer Hukum dan Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI Muhnur Satyahaprabu mendorong agar menteri LHK mencabut izin PT BMH, tak hanya membekukan seperti dilakukan sebulan terakhir. Apalagi PT BMH Tidak ada niat baik membenahi sistem dan sarana pencegahan kebakaran lahan, hal ini bisa dilihat dari meluasnya kebakaran lahan di wilayah konsesi pemasok bahan pulp and paper Grup Sinarmas.
Walhi dan HAKI (Hutan Kita Institute) Mengestimasi luas kebakaran lahan PT BMH 2015 mencapai 108.028 Hektar. Terkait hal tersebut Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani akan mempertimbangkan desakan tersebut.
Sumber : Kompas
#BMH #Karhutla