Segudang persoalan baru PT. OKI Mill Asian Pulp and Paper (APP) dalam ambisinya meningkatan kapasitas produksi telah diprediksi akan banyak menimbulkan masalah, terutama dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.
Situasi ini sekaligus akan menambah daftar kelam kejahatan yang terus disajikan oleh anak perusahaan pemasok bahan baku APP. Karena ambisi peningkatan produksi ini tentu akan menekan seluruh anak perusahaan HTI pemasok bahan baku untuk optimalisasi konsesi secara rakus dan berpotensi mengabaikan tanggung jawab sosial, lingkungan, dan aturan-aturan yang ada.
Tedapat tiga isu krusial yang ditimbulkan dari peningkatan kapasitas produksi OKI Mill yaitu penggusuran lahan, pembiaran konflik dan pengangkangan fungsi konservasi dan ekosistem penting lainnya.
Penggusuran Lahan
Baru-baru ini PT. Bumi Persada Permai (BPP) salah satu anak perusahaan APP telah menampilkan satu akrobatik aksi brutal penggusuran lahan usaha masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) yang berada di dalam konsesi.
Penggusuran ini dilakukan oleh PT. BPP pada tanggal 16 September 2021 yang mengakibatkan 6 Ha lahan usaha Suku Anak Dalam (SAD) dan 15 Ha lahan garapan masyarakat Pagar Desa diratakan dengan alat berat.
Aksi penggusuran yang dilakukan oleh PT. BPP ini sama sekali tidak menjunjung prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) yaitu menghormati hak masyakat yang berada didalam konsesi. Penggusuran ini menambah daftar baru konflik yang terjadi di dalam konsesi perusahaan pemasok bahan baku APP di Sumatera Selatan.
Pembiaran Konflik.
Komitmen menyelesaiakan konflik sosial secara berkeadilan sebagaimana yang telah dituangkan dalam kebijakan FCP hanya lip service dan kamuflase APP dalam membangun image publik semata. Sampai saat ini belum ada konflik yang terselesaikan secara tuntas dan berkeadilan. Bagi perusahaan, konflik seakan hanya dimaknai sebatas “deklarasi penyelesaian” dan tidak sampai pada implementasi kesepakatan.
Sebagaimana yang dialami oleh masyarakat Riding yang berkonflik dengan PT. BMH, masyarakat Pulai Gading dengan PT. BPP dan masyarakat Sinar Harapan dengan PT BPP.
Ketiga konflik yang dialami oleh masyarakat ini tidak ada yang terselesaikan sampai tuntas dan implementatif sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai. Pengabaian dalam menjalankan kesepakatan ini seakan-akan sengaja dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan dinamika di kelompok masyarakat yang berkonflik agar muncul konflik horizontal antar masyarakat.
Pengangkangan Fungsi Konservasi dan Ekosistem Penting lainnya.
Berdasarkan dari asesmen Report Industrial Forest Plantation High Conservation Value Public Summary PT. Bumi Persada Permai, 24.050 Ha, Musi Banyuasin Regency, South Sumatra Province September – November 2013, disebutkan bahwa tidak ada tegakan akasia 100 meter dari tepian sungai.
Dalam prakteknya di lapangan komitmen HCV ini tidak dijalankan dan bahkan ditemukan ditepian Sungai Badak ditanam eucalyptus dan di land clearing oleh PT. BPP. Sehingga menghilangkan area yang meyediakan keanekaragaman hayati sebagai fungsi pendukung dan perlindungan lingkungan dan berdampak pada hilangnya penyediaan air dan rentan terjadi banjir.