Menu

    Puyang Wariskan Tatanan Adat yang Selaras dengan Alam 

    Masyarakat Hukum Adat (MHA) Tebat Benawa Rempasai, Kota Pagaralam, dan MHA Aek Bigha, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel), masih memegang teguh nilai-nilai yang diwariskan oleh Puyang atau nenek moyang mereka sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari yang selaras dengan alam.

    Bahkan kondisi ini dapat membentengi hutan di sekitar mereka dengan menjaga keselarasan lingkungan. Aspek budaya yang masih terpatri menjadi acuan pengaturan cara tradisional dalam mengelola hutan melalui hukum adat, ritual, dan sastra lisan.

    Henni Martini Program Office program Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH-Terra CF) untuk Hutan Kita Institute (HaKI) menyampaikan, keberadaan MHA dengan memegang teguh warisan leluhurnya (Puyang), tidak dipungkiri memberi kontribusi tersendiri dalam menjaga alam di sekitarnya.

    MHA Tebat Benawa bersama Tim HaKI mengunjungi makam Puyang, di sela kegiatan Monev KUPS, Jumat (22/11/2024). (dok. HaKI)

    “Mereka memiliki aturan adat warisan Puyang dalam menjalani kehidupan, termasuk perlakuan terhadap hutan sebagai sumber penghidupan,” ujarnya di sela kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Agro Pasai dan KUPS Aek Bigha, Program BPDLH-Terra CF bersama HaKI, belum lama ini.

    Disituasi sekarang lanjutnya, MHA menghadapi tantangan besar menjaga integritas lingkungan dan keberlangsungan budaya lokalnya. “Namun, kepatuhan atas nilai-nilai yang diwariskan oleh Puyangnya, dapat membawa kesadaran yang cukup bagi masyarakat setempat untuk mengemban peran sebagai penjaga tanah,” katanya.

    Dalam ruang diskusi yang dihadiri Manajer Komunikasi dan Tata Kelola Pengetahuan HaKI Sigid Widagdo, mempertajam peran serta MHA dan juga Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) secara kelembagaan dalam meningkatkan ekonomi berkelanjutan.

    Tim Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI), foto bersama MHA Ayek Bigha, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, di tengah kegiatan Monev KUPS, Senin (25/11/2024)

    “Masyarakat adat memiliki sistem pengetahuan tentang pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan,” ujar Sigid, menggarisbawahi kontribusi nyata yang dapat diberikan oleh masyarakat adat dalam melestarikan lingkungan hidup.

    Sigid menambahkan, seperti halnya dalam wilayah MHA Puyang Sure Aek Bigha memiliki aturan persawahan Blambangan yang membatasi pembukaan sawah, di mana pada awalnya hanya boleh membuka 8 petak sawah, dan selanjutnya 16 petak sawah. 

    “Aturan Puyang Ketib yang merupakan orang pertama membuka aturan blambangan itu, bisa saja diartikan sebagai sebuah aturan semata yang patut dipatuhi saja. Namun apabila dilihat dari kondisi geografis dan kapasitas air yang tersedia, aturan tersebut sesuai dengan daya dukung lingkungan terutama ketersediaan sumber air yang ada di dataran itu,” tambah Sigid.

    Anggota Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Agro Pasai, Kota Pagaralam, menunjukkan usaha roasting kopi yang merupakan bantuan dari Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI) bekerjsama BPDLH-Terra CF, Jumat (22/11/2024). (dok. HaKI)

    Kegiatan usaha yang dilakukan juga sudah mendapat perhatian pemerintah setempat, dengan terkoneksinya program pemerintah melalui OPD juga pemerintah desa, dengan kebutuhan MHA atau KUPS dalam hal produktifitas hasil pertanian dan lainnya, bersama-sama NGO/CSO dan BUMN.

    HaKI akan memfinalisasi profil MHA Tebat Benawa maupun MHA Aek Bigha, dan memasukkan data-data nilai transaksi ekonomi KUPS Agro Pasai di system GoKUPS. Sejalan dengan berakhirnya program BPDLH Terra CF, HaKI tetap berkomitmen kepada kedua MHA tersebut untuk melakukan pendampingan. (*)

    More From Forest Beat

    Masyarakat Adat Ghimbe Peramunan kembangkan Kopi Bubuk dan Kerajinan

    Tabuhan gendang harmoni dengan pukulan kolintang, mengiringi tarian tradisional dan lantunan syair ; "Batang ditarok  batang unji, batang mangus dilili uwi. Bepintak dengan HaKI,...
    Berita
    4
    minutes

    KUPS Agro Pasai Terima Alat Produksi untuk Wujudkan Pengelolaan Hutan Adat...

    Melonjaknya harga kopi pada panen agung tahun ini tidak membuat Masyarakat Hukum Adat (MHA) Tebat Benawa terlena. Penguatan kapasitas MHA dan Kelompok Usaha Perhutanan...
    Berita
    3
    minutes

    Memastikan Akses Masyarakat Terhadap Keadilan Lingkungan

    Lahan petani tergusur tanpa ganti rugi yang jelas, pencemaran air dan udara yang berdampak pada kesehatan masyarakat desa, serta kasus lainnya yang kerap membelit...
    Berita
    2
    minutes
    Jamran petani kopi Perhutanan Sosial hutan desa cahaya alam semende muara enim sumatera selatan

    Panen Perdana Kopi Arabika di Demplot Hutan Desa Cahaya Alam

    Laki-laki bermata sipit rambut pendek itu sedang sibuk mengumpulkan biji kopi kering yang selesai dijemur selama 15 hari. Jamran, seroang petani kopi mengumpulkan biji...
    Berita
    5
    minutes
    spot_imgspot_img