Putih mendominasi tubuhnya. Sementara hitam tampak pada dua sayap, belakang kepala dan pundak, mata, serta paruhnya. Kakinya memanjang berwarna merah muda. Terbang kesana kemari. Sesekali terhenti, berteriak, kemudian terbang kembali. Ia menonjol saat berada di sekelompok kawanan burung lainnya. Ia adalah burung Gagang-Bayam Timur (White headed Stilt) atau burung dengan nama latin Himantopus leuchocephalus.
Tak jauh disana, seorang lelaki membidik kamera berlensa panjang mengarah ke Gagang-Bayam Timur. Burung itu pun berjalan bak seorang model di tempat berair. Kakinya yang panjang lenggak-lenggok, seolah sadar bahwa ia sedang diabadikan.
Menurut Alex, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palembang mengamati langsung burung migran di alam bisa menjadi salah satu kegiatan wisata alam. Para penikmat burung dapat melihat dan mengenali aneka jenis dari jarak dekat, atau belajar mengambil gambar.
Alex salah satu mahasiswa yang mengikuti kegiatan Pemantauan Burung Migran di Taman Nasional Berbak Sembilang, yang diselenggarakan Hutan Kita Institute, dalam Hal ini KiBASS (Konsorsium Bentang Alam Sumatera Selatan) pada 9 – 12 September 2017.
Burung Gagang-Bayam Timur banyak ditemukan di solok buntu, Kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang. Pemakan hewan yang tidak memiliki tulang belakang atau invertebrata ini menjadi pemandangan yang indah dan dekat dengan kehidupan para petani tambak udang.
Gagang-bayam timur yang lalu lalang di perairan dangkal itu berdasarkan situs www.burung-nusantara.org, persebaran gagang bayam meliputi Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Australia dan Selandia Baru. Sedangkan untuk “non breeding” (tidak kawin) ada di Filipina, Brunei, Palau, Kalimantan Selatan, NTT, NTB, dan Papua Nugini.