Enam motor trail dengan suara knalpot cempreng berkecepatan tinggi tiba tergesa-gesa di Talang Lampung, Desa Karang Endah, Ogan Komering Ulu (OKU).
Rombongan itu datang dengan parang masih di pinggang, di kepala mereka masih ada kupluk, dan pakaian penuh lumpur. Mereka seperti rombongan ‘koboi’ yang datang terlambat. Sebenarnya, rombongan ‘koboi’ itu datang dari Talang Way Batuan Ulu, dipimpin oleh Ketua Kelompok Tani Karya Bakti, Sugiono. Setelah tiba, mereka langsung parkir di depan rumah pondok Ketua Kelompok Tani Side Makmur Talang Lampung, Julianto.
“Maaf telat, kami dari kebun. Lagi pula jalan ke sini jauh. lnformasi kedatangan kalian juga mendadak,” kata Sugiono dengan logat bahasa Lahat, sambil menjulurkan tangan ke penyuluh kehutanan dari Kelompok Pengelolaan Hutan Wilayah XI Baturaja Bukit Nandi, Kasduan.
Hari itu, memang tim penyuluh kehutanan dan tim Hutan Kita Institute (HaKI) sudah membuat janji dengan empat kelompok tani yang mengusulkan hutan sosial di Hutan Lindung Bukit Nanti dan Hutan Lindung Bukit Makakau Saka yang letaknya bersebelahan.
Empat kelompok itu yakni Kelompok Tani Hutan (KTH) Harapan Jaya Talang Cambuak dari Desa Karang Endah, KTH Sepakat Jaya Talang Bunglai dari Desa Karang Endah, KTH Side Makmur Talang Lampung dan KTH Karya Jaya Talang Way Batuan Ulu dari Desa Karang Endah. Dari empat KTH itu, rombongan Sugiono yang terlambat datang.
“Susah memang berkomunikasi di talang ini, tak ada sinyal,” kata pria 45 tahun itu menjelaskan atas keterlambatan kedatangan mereka. Si Kasduan tenang, dia tersenyum menyambut tangan Sugiono yang tergesa-gesa.
“Kami menunggu dari pagi, Si Dedek dari HaKI sudah kesal menunggu. Dia ngambek ngajak pulang,” kata Kasduan menggoda ketua ‘koboi’ itu.
Sejurus kemudian, Sugiono menjelaskan kembali alasan kenapa mereka datang sore hari, padahal janji pada pagi hari.
“Tidak tahu kalau kalian sudah menunggu, kalau tahu pastilah kami jemput,” pria kelahiran Lampung itu merasa bersalah.
Setelah sibuk menjelaskan perihal keterlambatannya, suami dari Rasmiah itu mengajak diskusi serius. Dia menjelaskan bentang lahan yang akan diusulkan menjadi hutan sosial oleh 170 anggota kelompok yang di pimpinnya yang mencapai 700 hektar.
Luas memang lahan yang kami usulkan, sesuai jumlah anggota kami, di sini kami menanam kopi, ada juga berkebun jengkol,” jelasnya.
Tak perlu ancang-ancang, si pengukur lahan dari HaKI, Dedek Ahdiyat berjalan ke tengahlahan di antara pondokan di Talang Lampung, dengan handphone, dia mengabadikan titik koordinat. “Tugu badak sudah diambil tadi,” kata Dedek.
“Jadi titik koordinat sudah kita ambil semua, dari Tugu Badak, Talang Cambuak, Talang Lampung sampai di ujung perbatasan dengan OKU Selatan,” lanjut Dedek kepada para kelompok tani yang berkumpul itu.
Pengukuran lahan itu menghabiskan waktu setengah hari, dari data yang diambil Dedek, total luas rencana usulan hutan sosial dari empat KTH itu adalah 2.278 hektar. “Selesai, pengukuran beres,” kata pria itu.
*Buku ‘Cerita Dari Hutan Kita” (HaKI-2020)