Seekor gajah celangak-celinguk menyapa pengunjung Kambang Iwak Family (KIF) Park Palembang. Bergoyang-goyang seperti menari, melambai-lambaikan tangannya, mengajak pegunjung KIF Park untuk foto bareng.
Anak-anak dengan sedikit ragu mendekat, lalu mulai akrab dan kemudian berfoto bersama. Tentu saja, orang tua mengizinkan anaknya mendekat, karena itu cosplay gajah. Setelah berfoto, pengunjung dipersilakan bergabung dengan kerumunan yang telah duduk-duduk santai di pelataran utama KIF Park.
Standing banner yang terpampang di sana bertuliskan ‘Global Elephant Day 2023’. Dengan logo penyelenggara BKSDA Sumsel, Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Sumsel, Universitas Sriwijaya Fakultas Biologi, dan Hutan Kita Institute (HaKI).
Winda Indriati mengatakan, peringatan Hari Gajah Sedunia yang dirayakan setiap 12 Agustus. Kegiatan ini menjadi upaya menyebarkan kesadaran tentang pelestarian dan perlindungan satwa yang semakin berkurang populasinya akibat konflik dengan manusia, perambahan hutan dan perburuan.
“Peringatan hari gajah ini bertujuan mensosialisasikan dan edukasi masyarakat tentang gajah, utamanya gajah sumatera. Selain itu, kita juga mengajak masyarakat luas untuk berkontribusi langsung dalam pelestarian gajah. Walaupun dengan cara yang sederhana,” kata Winda yang merupakan Ketua Pelaksana Peringatan Global Elephant Day (Ged) di Sumatera Selatan.
Menurut Winda, Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki delapan kantong habitat bagi gajah Sumatera, dengan sebagian besar populasi berada diluar kawasan konservasi.
Kantong habitat gajah di Sumsel, lanjut Winda, terdiri dari Meranti Sungai Kapas, Lalan, Jambul Nanti Patah, Mesuji, Saka Gunung Raya, Sugihan-Simpang Heran, Saka Gunung raya, Jambul Nanti Patah, Suban Jeriji, Benakat Semangus. Degradasi dan fragmentasi habitat, perburuan, perdagangan gading, serta konflik menjadi ancaman utama bagi populasi gajah di wilayah ini.
Octavia Susilowati menceritakan tentang Tumbuhan Satwa Liar (TSL) di Sumatera Selatan, khususnya gajah sumatera. “Gajah Sumatera merupakan salah satu satwa kunci dilindungi oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P 106 Tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi di Indonesia. Secara global memiliki status terancam punah kategori daftar merah IUCN sejak tahun 2011,” kata Octavia yang mewakili BKSDA Sumsel menjadi salah satu Narasumber.
Narasumber dari Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI) Beni Hidayat menyampaikan kearifan lokal tentang kebijakan konservasi satwa, khususnya gajah Sumatera. Beni mengatakan, beberapa faktor yang mendorong spesies ini menuju kepunahan adalah degradasi habitat akibat perusakan hutan untuk perkebunan dan area pengembangan.
“Faktor lainnya adalah perburuan dan pembantaian oleh manusia. Karena menganggap hewan-hewan ini sebagai musuh yang kadang-kadang masuk ke permukiman masyarakat,” kata Beni.
Narasumber lainnya dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Sumsel, yang diwakili oleh Ade Sumantri. Pada kesempatan ini Ade menyampiakan kegiatan apa saja yang bisa dilakukan untuk berkonstribusi dalam upaya konservasi Gajah Sumatera.
Peringatan Hari Gajah Sdunia di Sumatera Selatan tidak hanya dilakukan di KIF Park Palembang. Kegiatan yang sama dilakaukan juga di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, Indralaya. (*)