hutaninstitute.or.id 13 Agustus 2019 – Koalisi Anti-perusakan Hutan Sumatera Selatan-Jambi mengingatkan KLHK berhati-hati menerbitkan izin pembangunan jalan khusus angkutan batubara yang akan melewati hutan tropis dataran rendah tersisa di perbatasan Sumsel-Jambi. Sebab, koalisi beranggotakan 36 LSM ini menemukan adanya kejanggalan, menjelang diterbitkannya izin pembangunan jalan khusus yang diajukan PT Marga Bara Jaya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kejanggalan dimaksud, jelas Chandra salah satu anggota koalisi, terkait perubahan Peraturan Menteri LHK tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Pada Permen LHK Nomor P. 27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018, Pasal 12 Ayat (1) hurup a menyebutkan bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan mineral dan batubara tidak diberikan pada kawasan hutan produksi yang dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dalam Hutan Alam atau pencadangan Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa.
Namun Permen yang baru berlaku 13 Juli 2018 itu, tiba-tiba diganti dengan Permen LHK Nomor P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019, meski belum berusia setahun. Pada Permen yang mulai berlaku 26 April 2019 pasal 12 ayat (1) huruf a masih sama dengan Permen sebelumnya, yang menyebutkan bahwa IPPKH untuk kegiatan pertambangan mineral dan batubara tidak diberikan pada kawasan hutan produksi yang dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dalam Hutan Alam atau pencadangan Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa.
Menduga Ada Kejanggalan
Perubahan terdapat penambahan ayat (1a) hurup c, yang berbunyi, bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan terhadap permohonan untuk kegiatan jalan angkut produksi pertambangan. “Penambahan satu ayat ini kami duga sebagai upaya memuluskan IPPKH yang diajukan PT. MBJ, agar jalan jalan khusus yang akan dibangun boleh melintasi kawasan Hutan Harapan. Padahal kawasan yang dilewati merupakan hutan dataran rendah tersisa di perbatasan Sumatera selatan dan Jambi,” papar Sudarto .
Pihak koalisi juga menduga kejanggalan berawal dari Rapat Komisi Penilai Amdal Pusat yang melakukan pembahasan Andal RKL-RPL PT MBJ di Jakarta 20 Februari 2019, dan di Palembang, 27 Maret 2019. Pada dua kali rapat pembahasan Andal itu, sebagian besar peserta rapat menolak jalan khusus tambang batubara yang diusulkan PT MBJ, melewati kawasan Hutan Harapan. Penolakan itu, terkait dengan Permen LHK yang tidak memungkinkan PT MBJ mendapatkan izin membangun jalan di kawasan yang sudah dibebani IUPHHK-RE.
Tidak heran, lanjut Nauli, tak lama setelah Rapat Komisi Penilai Amdal Pusat digelar, pemerintah tiba-tiba mengeluarkan Permen LHK Nomor P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019. Dengan keluarnya Permen yang baru, usulan PT MBJ dikabarkan sudah mendapat rekomendasi dari Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK, dan tinggal menunggu persertujuan Menteri LHK. “Kemungkinan besar PT MBJ akan mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan, karena tidak ada pertaturan yang dilanggar,” ujar Adios salah satu anggota koalisi.
Jika KLHK menerbitkan IPPKH kepada PT MBJ, dan Hutan Harapan akan dilewati jalan khusus angkutan batubara, pihak koalisi khawatir, kawasan hutan tropis dataran rendah tersisa di Sumatera terancam akan habis, mengingat akses masuk ke dalam kawasan makin terbuka.
Manfaatkan Jalan yang Ada
Dalam keterangan persnya, Koalisi LSM dari dua propinsi ini meminta agar PT MBJ tidak perlu membangun jalan baru, karena dampak yang akan ditimbulkan. Sebab, jalan yang ada dan sudah digunakan untuk mengangkut batubara, dari lokasi tambang menuju stocpile, masih layak digunakan. Jalan yang disebut warga sebagai jalan Conoco Philip ini, sudah lama dimanfaatkan perusahaan tambang batubara. Selain itu, masih ada jalur jalan alternatif yang selama ini dimanfaatkan perusahaan Hutan Tanaman Industri.
Dengan menggunakan jalan yang sudah ada, setidaknya koalisi melihat ada empat manfaat yang didapat sekaligus, yakni: 1) lansekap hutan alam dataran rendah di Jambi-Sumsel ini terhindar dari ancaman ekologis, yakni mengganggu upaya pemulihan yang sedang dilakukan; 2) pemanfaatan jalan existing akan menyelematkan hutan tersisa, terutama hutan dataran rendah Sumatera; 3) Sumber kehidupan masyarakat adat Batin Sembilan, berupa hasil hutan bukan kayu, terlindungi dari gangguan pihak luar; 4) Masyarakat setempat yang tinggal di sekitar jalan yang akan dilewati juga ikut menerima manfaat ekonomi, karena ramainya aktivitas yang melewati wilayah mereka. (*)
Kekayaan Hayati Tinggi
Kawasan hutan produksi terbatas di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan, terutama di dalam kawasan Hutan Harapan, masih ditemukan spesies payung (umbrella species) yaitu Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah sumatera (Elephas maksimus sumatranus), Tapir (Tapirus indicus) dan Beruang madu (Helarctos malayanus) yang menjadi indikator bahwa kawasan ini masih memiliki nilai konservasi dan keanekaragaman hayati yang tinggi.
“Berdasarkan itu, pembukaan jalan angkut batubara akan semakin mengancam kehidupan satwa liar dan tumbuhan, Koalisi meyakini, fragmentasi habitat akan terjadi akibat pembukaan jalan angkut batubara yang membelah kawasan restorasi ekosistem dan kegiatan pengangkutan batubara dapat menimbulkan penyusutan populasi satwa liar, meningkatnya kompetisi, bahkan mempertinggi risiko perkawinan sedarah/kerabat dekat (incest) yang dapat mempercepat kepunahan populasi spesies kritis, rentan dan terancam punah, terutama spesies mamalia besar seperti Harimau sumatera, Gajah sumatera, Tapir dan Beruang madu. Di sisi lain juga bisa mempertinggi konflik manusia (masyarakat) dengan satwa liar karena terganggu habitatnya untuk mencari mangsa. (*)