Jernang atau Dragon Blood merupakan salah satu potensi perhutanan sosial Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dapat menjadi salah satu komoditi peningkatan ekonomi masyarakat Perhutanann sosial di Semendo dan Pagar Alam.
Jernang merupakan sejenis resin yang dihasilkan dari buah spesies rotan bermarga Daemonorops yang dipanen buahnya. Studi HHBK yang dilakukan Hutan Kita Institute (HaKI) menemukan Jernang banyak terdapat pada areal Hutan Desa di Semende dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Pagar Alam.
Ada yang menjual buah Jernang langsung ada juga yang ditumbuk dulu menjadi seperti tepung, baru dijual. Harganya berkisar 700 ribu hingga 900 ribu Rupiah per kilogram. Berbeda harga di masing masing tempat penjualan jernang dan juga disesuaikan dengan kualitasnya.
Jernang digunakan untuk bahan baku pewarna industri keramik, marmer, hingga sebagai bahan obat. Penelitian menyebutkan 36 senyawa kimia penting dalam resin jernang berpotensi sebagai bahan bioaktif. Sebagian senyawa ini berguna sebagai obat seperti anti–mikroba dan penyembuh luka, serta mengaktifkan enzim antioksidan.
Mengutip Mongabay, salah satu potensi perhutanan sosial Jernang menjadi bahan baku obat herbal yang menjadi incaran di China. Dalam satu tahun, salah satu perusahaan di China bisa mengimpor puluhan kontainer Jernang. Namun dalam pemrosesannya, dari 1.000 kilogram jernang hanya bisa dihasilkan 2,5 kilogram obat-obatan berbentuk cairan.
Di China, Chawun memasarkan obat-obatan berbentuk cairan jernang seharga 200 Yuan atau sekitar Rp450 ribu untuk kemasan 30 mililiter. Perusahaan ini juga memasarkan Jernang di Malaysia dan Singapura.
Jernang sangat sesuai dibudidayakan karena HHBK yang satu ini sangat mudah di tanam. Tumbuh di tanah lembab tanpa perawatan khusus dan sangat butuh pohon besar sebagai pelindung. Potensi perhutanan sosial Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu komoditi peningkatan ekonomi masyarakat. (*)